top of page

Asyik ber Sonian


Awal tahun ini, saya diundang masuk sebuah grup khusus di facebook oleh seorang penyair asal Bandung, kang Soni Farid Maulana. Nama grup nya : sonian. Ternyata sonian adalah bentuk puisi baru sepanjang empat larik dalam sastra Indonesia modern dengan pola 6-5-4-3 suku kata perlarik. Bentuk baru ini dikreasi oleh penyair Soni Farid Maulana. Dalam sonian para kreator bisa menggunakan majas, simbol, metafor, imaji, apapun itu. Tema bebas, dan tidak melanggar SARA serta berbagai undang-undang yang berlaku di negeri ini. Dengan demikian sonian berbeda dengan Haiku yang ditulis oleh Basho.


Saya mulai membaca karya-karya sonian yang bermunculan di grup, belajar dan mulai tertarik. Ada sesuatu yang mengasyikkan di dalamnya. Bagaimana kita menyajikan imaji, memilih diksi yang dituangkan dalam kata-kata yang ringkas menurut pola per larik. Awalnya sulit, merangkai pesan dalam kata yang terbatas. Lama-lama ... asyik. Seperti kata Farick Ziat salah seorang sonian (apa ya sebutan bagi penulis sonian?) : Meski terkesan ringkas, Sonian butuh imaji yang padat. Puisi dengan tatanan 6-5-4-3 suku kata pada tiap lariknya ini membatasi keliaran emosi. Tak cuma sekadar memenuhi bentuk yang terpola ketat, tapi juga menitipkan pesan yang mudah tertangkap. Sebab, nilai Sonian bukan karena tepat hitungan katanya. Ini saya sunting beberapa sonian yang ditulis Farick Ziat : HILANG pagi tanpa hujan aku endapkan kehilangan bayangmu SENDIRI sisa embun pagi bias mentari meluluhkan gelisah Dan di bawah ini sonian karya kang Soni Farid Maulana, sang kreator BUKIT BINTANG - untuk Raja Ahmad Aminullah 1 mata merah gagak nyalang menatap jiwaku. O mautku

2 dunia kelabu jalanan macet angin dingin: gerimis 3 memang masih siang dan kau tak kunjung datang. Gagak berkoak 4 selarik sajakmu o Baudelaire layak sinar di goa 5 menafsir detik jam di Bukit Bintang, koak gagak di batin 2015 Tak butuh waktu lama untuk sonian bisa diterima di kalangan penikmat sastra. Terbukti dengan bermunculannya para penulis sonian dari pelaku sastra (sastrawan) melayu dari Indonesia dan Malaysia. Meski memang, layaknya aliran baru, selalu ada pro kontra yang menyertainya. Sebagian berpendapat bahwa sonian membelenggu ruang imaji penyair dengan pola tertentu sehingga puisi kembali mundur ke belakang. Ruang diskusi pun dibuka dengan sangat lebar oleh kang Soni sebagai kreatornya. Saya, hanya sekedar penikmat yang kemudian asyik memamah sekaligus belajar menulis sonian. Seperti asyiknya saya ketika belajar ber- Haiku. Nah, namanya juga pemula, dan terus berproses, ini beberapa sonian saya : ZAMAN BATU 1. akik macam nama di banyak jari emper jalan sempurna

2. gosok usap pamer segala kilap desa, kota membatu KALIGRAFI mengalir udara panggil cahaya pada alif al ikhlas SUATU SIANG matahari tajam menyisit hari aku gerah tatapmu


ujung jan 2015

Kembali kang Soni mewariskan ajarannya : pada dasarnya ‪#‎sonian‬ bukan sajak yang meledak-ledak. Ia adalah sajak alit yang lembut, yang secara psikologis emosi diatur oleh kepiawaian para sonian dalam memilih diksi yang tepat, untuk mengungkap sebentuk pengalaman. Imaji, simbol, metafor, apapun namanya di dalam #sonian akan bekerja dan berfungsi sebagaimana adanya, bila kita tepat dalam membangun rancang-bangun #sonian itu sendiri dengan pola 6-5-4-3 suku kata perlariknya. Sebagai penyair senior yang telah melanglang ke banyak negara, kang Soni orang yang low profil, beliau mudah sekali berbagi ilmu kepada siapa saja yang memintanya. Bagi yang tertarik meramaikan sastra Indonesia, khususnya perpuisian, yuk gabung, kita ber-sonian bersama-sama ...

Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
No tags yet.
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
bottom of page